안녕하세요 ( Annyeong haseyo )


Ahlan Wa Sahlan

Ahlan Wa Sahlan,안녕하세요 ( Annyeong haseyo ), Welcome to my Blog. Semoga bisa bermanfaat buat kita semua. Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan. Syukron. Barakaalluhu Fiikum

Senin, 21 Mei 2012

Kisah Teladan


Kejujuran Abdul Qadir Jailani

Dahulu ketika Abdul Qadir Jailani masih kecil, bertepatan dengan hari Arafah, ia keluar mengikuti lembu yang membajak di ladang. Tiba-tiba lembu itu menoleh kepadanya, seraya berkata, "Hai, Abdul Qadir, engkau tidak dijadikan sebagai orang yang penghidupannya bercocok tanam dan tukang bajak sawah seperti ini."
Mendengar ucapan lembu itu, Abdul Qadir menjadi ketakutan, dan segera ia kembali ke rumah. Lalu naik di atas loteng rumahnya, dan di sana ia melihat orang-orang yang sedang wuquf di Arafah. Lalu, ia pun pergi menemui ibunya seraya berkata, "Hai Ibu, serahkanlah aku kepada Allah, dan izinkanlah aku akan pergi ke Baghdad untuk belajar dan berziarah kepada orang-orang saleh."

Ibunya berkata, "Mengapa engkau berkata demikian, dan apa sebabnya?" Abdul Qadir menjawab dengan mengutarakan semua yang terjadi itu, sehingga ibunya menangis karena terharu dari keterangan itu. Lalu, ia menunjukkan kepada Abdul Qadir harta warisan dari ayahnya, berupa uang sebanyak delapan puluh dinar. Empat puluh untuknya dan empat puluh lagi untuk saudaranya.

Kemudian, ibu Abdul Qadir membuatkan saku dalam bajunya di bawah ketiaknya, untuk tempat uang yang dibawanya itu. Kemudian, ia mengizinkannya berangkat, dan berpesan kepadanya agar selalu berkata benar dan berlaku jujur dalam segala hal. Akhirnya, dia pun pergi dan memberi ucapan selamat tinggal kepadanya.

Ibunya berkata, "Hai anakku, berangkatlah kamu, dan kau telah kutitipkan kepada Allah. Maka mungkin wajah ini tidak lagi akan kulihat, hingga hari kiamat nanti."

Kemudian, dia berangkat bersama-sama dengan kafilah yang menuju Baghdad. Ketika baru meninggalkan Hamdan, tiba-tiba rombongan kafilah itu telah dikepung enam puluh orang berkendaraan kuda, lalu mereka merampok semua yang ada pada kafilah, kecuali hanya Abdul Qadir yang tidak diganggu. Ketika salah seorang dari mereka berlalu di depannya, ia bertanya, "Hai orang fakir, kau mempunyai apa?"
Abdul Qadir menjawab, "Empat puluh dirham."
Perampok itu bertanya, "Di mana?"
Abdul Qadir menjawab, "Terjahit di dalam saku di bawah ketiakku."

Karena perampok itu mengira bahwa Abdul Qadir itu mengejek, ia pun tidak digeledahnya, dan ditinggalkannya begitu saja.

Akhirnya datanglah perampok yang lain dan bertanya, "Hai orang fakir, kau mempunyai apa?"
Abdul Qadir menjawab, "Empat puluh dirham."
Perampok itu bertanya, "Di mana?"
Abdul Qadir menjawab, "Terjahit di dalam saku di bawah ketiakku."

Perampok ini pun meninggalkan Abdul Qadir. Kemudian, ketika perampok-perampok itu sampai pimpinannya, dan semua hasil barang rampasannya telah diserahkan kepada pimpinan, lalu pemimpin itu bertanya kepada anak buahnya, "Apakah sudah beres semua?"
Dua orang anak buahnya menjawab, "Tadi di sana ada seorang anak yang berpakaian jelek, dan kami tanya, ia mempunyai uang empat puluh dirham. Dan kami tidak mengira bahwa dia mempunyai uang sebanyak itu, karena kami melihat keadaannya yang demikian rupa."
Pemimpin perampok itu bertanya, "Sekarang di mana dia itu?"
Jawab kedua anak buahnya, "Di sana!""Panggil dia ke mari," sahut pemimpin perampok itu. Kemudian, kedua anak buahnya pergi dan membawa Abdul Qadir ke hadapan pemimpinnya di atas bukit yang mereka sedang membagi hasil rampasan itu. Lalu, pemimpin rampok itu bertanya kepada Abdul Qadir, "Wahai anak muda, apa yang kaum bawa?"
Jawab Abdul Qadir, "Empat puluh dirham."
Pemimpin perampok itu bertanya, "Di manakah itu?"
Abdul Qadir menjawab, "Terjahit di dalam saku di bawah ketiakku."

Kemudian dia diperiksa, dan memang ada uang empat puluh dirham. Mereka bertanya, "Mengapa engkau mengaku berterus terang?"Jawab Abdul Qadir, "Karena, ibuku berpesan supaya selalu berkata benar dan jujur, dan aku tidak akan menyalahi janjiku kepadanya."

Mendengar jawaban Abdul Qadir yang begitu polos dan jelas itu, tiba-tiba pemimpin perampok itu menagis dan berkata, "Engkau tidak mengkhianati janjimu kepada ibumu, sedang kami semua ini sudah bertahun-tahun menyalahi dan melanggar larangan Allah. Maka, sejak hari ini kami bertobat kepada Allah."

Akhirnya, kawanan perampok itu bertobat semuanya, lalu mereka berkata, "Engkau pimpinan kami dalam perampokan, maka kamu juga pimpinan kami dalam bertobat."Kemudian, rampasan itu dikembalikan kepada orang-orang kafilah itu semuanya.

Sumber: 1001 Kisah-Kisah Nyata, Achmad Sunarto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar